JAKARTA – Seminar hasil kajian konflik pertanahan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri) dilaksanakan secara virtual, Senin (4/10/21).
Tujuan dilaksanakannya seminar yaitu untuk memperoleh masukan, sekaligus menyempurnakan hasil kajian sementara yang telah tersusun. Selain itu, juga untuk memperoleh rekomendasi yang lebih komprehensif, sebagai masukan bagi Kemendagri dalam mengatasi persoalan konflik pertanahan di daerah.
Sejak tahun 2016 hingga 2020, Kemendagri telah berperan aktif dalam membantu menyelesaikan konflik pertanahan di Indonesia, papar Sekretaris Badan Litbang Kemendagri. Sebanyak 678 kasus konflik pertanahan telah dilakukan fasilitasi. Berdasarkan data kasus tersebut Kemendagri juga telah melakukan langkah penyelesaian dengan menindaklanjuti melalui surat kepada Gubernur sebanyak 96 surat serta melakukan rapat fasilitasi di 23 daerah.
Konflik pertanahan di Indonesia perlu diselesaikan dengan cepat. Karena, dapat berdampak buruk dan merugikan masyarakat, baik dari segi aspek ekonomi, sosial, ekologi, dan kepastian hukum. Selain itu, konflik pertanahan juga dapat mengurangi minat investor di Indonesia.
“Secara konsisten, Kemendagri senantiasa berkomitmen terhadap penyelesaian berbagai konflik di bidang pertanahan, yakni dengan melakukan kebijakan fasilitiasi dan koordinasi kepada pemerintah daerah agar mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,” ucap Kurniasih, Sekretaris Badan Litbang Kemendagri.
Berdasarkan hasil kajian sementara, konflik pertanahan kerap terjadi di beberapa area, seperti perkebunan, pertanian, kehutanan, transmigrasi, pertambangan, industri, properti, pesisir, dan aset pemerintah seperti kantor, sarana jalan, bandara, dan lain sebagainya. Stakeholder yang terlibat dalam konflik, antara lain masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan badan hukum termasuk perusahaan swasta, badan hukum dengan pemerintah, serta pemerintah dengan pemerintah.
Terdapat beberapa faktor penyebab adanya konflik pertanahan di Indonesia, antara lain konflik kepentingan, konflik struktural, konflik nilai, konflik hubungan komunikasi yang kurang baik, serta konflik data yang disebabkan penyediaan data yang berbeda antar institusi terkait konflik pertanahan. Guna mengatasi masalah tersebut, tim peneliti Badan Litbang Kemendagri telah membuat beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, yakni akselerasi penanganan konflik, membuat grand design perencanaan penyelesaian konflik pertanahan, membentuk lembaga khusus (ad hoc), serta membuat kebijakan satu data, dan menghilangkan hambatan dalam berkomunikasi.
Pihak Kemendagri perlu untuk membentuk aturan yang menghimpun pengaduan masyarakat, membuat instruksi dari Menteri kepada kepala daerah secara kontinyu melalui satu pintu, memberi dukungan terhadap SDM yang berkompeten dan mendukung dengan angaran. Tak hanya itu, penataan kewenangan dan regulasi juga perlu didukung, serta penyeragaman istilah tipologi konflik pertanahan pada institusi yang menangani konflik pertanahan juga perlu dijalankan.